Sunday, January 24, 2016

Kecepatan Spesiasi Myrtaceae

Kecepatan spesiasi maupun kepunahan sebagian tergantung pada ukuran kisaran geografis jenis tersebut. Daerah yang luas cenderung meningkatkan kecepatan spesiasi dan menurunkan kecepatan kepunahan. Jenis yang terdapat di daerah yang luas akan mengalami spesiasi lebih cepat, sedangkan menurunnya luas area akan meningkatkan kepunahan suatu jenis, jadi menurunkan jumlah jenis yang akan mengalami spesiasi. Bukti terkini dan fosil menunjukkan bahwa kehilangan x% luas daerah, akan mengakibatkan kehilangan x% jenis (Rosenzweig, 2001). Suatu daerah di Indonesia yang relatif luas seperti pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua, secara logika lebih mudah mengalami proses spesiasi sehingga dihasilkan populasi yang makin banyak. Bila ditinjau dari menurunnya luas hutan yang terjadi setiap tahunnya akibat kebakaran, konversi lahan, dan penebangan liar, maka jelas kehilangan jenis juga lebih kurang sama dengan luas hutan yang hilang. Proses spesiasi juga akan mengalami penurunan yang sangat drastis, bahkan kepunahan pun tak dapat dihindari. Kecepatan spesiasi dapat pula ditinjau dari segi lamanya waktu yang diperlukan untuk membentuk jenis, varietas, atau klon baru. Spesiasi melalui hibridisasi jauh lebih cepat daripada spesiasi geografis dan ekologis, karena hibridisasi dengan bantuan manusia pada berbagai jenis anggota Myrtaceae dapat dilakukan dengan cepat dan dapat menghasilkan keturunan berupa hibrida yang segera dapat diamati. Sebaliknya spesiasi alamiah dapat memakan waktu yang sangat lama dan hasilnya kadang-kadang sulit dideteksi. Jadi berdasarkan kecepatannya, ada dua model spesiasi yaitu spesiasi cepat dan spesiasi lambat.

Sumber gambar: species.wikimedia.org

Produktivitas Musaceae

Pisang merupakan komoditas buah segar yang sangat penting di dunia terutama dalam hal volume perdagangan. Industri global pisang dimulai pada akhir tahun 1800 seiring kemajuan dalam hal teknologi seperti pengemasan dengan pendingin, sampai sekarang sudah lebih dari 1 abad. Tanaman pisang sangat popular dan kemampuannya beradaptasi pada beragam kondisi agroklimat, fleksibel terhadap perubahan iklim, produksi buah tidak tergantung musim, hampir sepanjang tahun, produktifitas per unit yang tinggi sekitar 40 – 60 ton per hektar per tahun, mudah dikelola, dan masih produktif sampai umur 10 – 20 tahun. Popularitas buah ini mengarah pada adopsi dan budidaya di lebih dari 150 negara (Pillay & Tenkuoano 2011).

Area budidaya global pisang dan plantain diperkirakan sekitar 10,2 miliyar hektar (FAO STAT 2008) dengan kontribusi tertinggi dari Afrika (5,8 miliyar Ha) diikuti Asia dan Pasifik (2,04 milyar Ha) dan Amerika Latin (1,31 milyar Ha). Selama 5 tahun terakhir area budidaya pisang meningkat 6,87% dan plantain 0,68%, di benua Afrika 16,5% dan di Asia 6,5%. Produksi global sekitar 125,04 metrik ton, dimana pisang berkontribusi 96,7 mt dan plantain 34,3 mt (FAO STAT 2009). Adapun produktivitas selama 5 tahun terakhir meningkat 45%, dimana Asia berkontribusi 38%. India produsen tertinggi diikuti Cina, Filipina, Brazil, Ecuador dan lainnya. Meskipun produktivitas global pisang meningkat dari 15,6 menjadi 18,8 ton/ha, tetapi plantain meningkat tipis yaitu 6,1 menjadi 6,5 ton/ha (FAO STAT 2008).

Produksi pisang nasional tahun 2014 mencapai 6.862.558,00 ton meliputi luasan  100.600,00 Ha. Pisang memiliki kontribusi yang besar terhadap produksi buah-buahan nasional. Produksi tahun 2014 menduduki urutan pertama paling tinggi produksinya disusul oleh buah manga (Basis Data Statistik Pertanian, 2015).


Sumber gambar: www.pinterest.com

Musa Golongan Ingentimusa Argent

Musa golongan ini dilaporkan oleh Notes of the Royal Botanical Gardens of Edinburgh tahun 1976, tipe: Musa ingens oleh N.W Simmons dalam Kew Bulletin tahun 1960. Getah dari tanaman ini berwarna putih susu pada batang semunya dan kadar airnya meningkat di bagian yang lebih tua.  Warna brakte krem pucat menjadi coklt keabuaan, warna buah masak kuning sampai coklat tembaga. Golongan ini memiliki karakter yang tidak jauh berbeda dengan pisang dari golongan sebelumnya, namun jumlah kromosomnya unik yaitu 2n=14.

Di Papua Nugini, M. ingens terdapat di Dataran tinggi sebelah Barat distrik: Kubor range, Kamang, Minj valley, di atas sungai Tsau bagian Utara Banz, di sebelah Timur misalnya di distrik Timur gunung Shungol, gunung Sarawaket dekat Kasonombe dll. Variasi tunas bunga jantan berdasarkan pada kondisi geografisnya, tapi masih sedikit informasi yang tersedia. Kisaran altitude tanaman ini 1000 sampai 2100 m, namun specimen yang berbuah hanya terbatas pada kisaran ketinggian 600 m lebih rendah. Spesies ini terlihat tidak toleran terhadap temperatur tinggi (Häkkinen & Wallace 2011).


Sumber gambar: www.wikiwand.com

Pemanfaatan dan Pengolahan

Bulir hanjeli yang berasal buah palsu (pseudo) berperisai dilaporkan memiliki kandungan protein lebih tinggi dari sereal lain dan tidak mengandung gluten. Butiran biji hanjeli umumnya bulat, dengan alur di satu sisi dan dipoles dengan warna putih, meskipun di Jepang biji-bijian berwarna coklat kasar disebut yuuki hatomugi, juga tersedia. Hanjeli mentah rasanya manis dan dapat dimakan sebagai snack. Biji hanjeli juga dapat dikupas langsung dan dimakan seperti memakan kacang.  Biji hanjeli biasanya digunakan setelah pengeringan atau setelah dipanggang dan dimasak. Bulir hanjeli dapat direbus seperti beras atau digiling menjadi tepung dan digunakan untuk membuat roti, kue, kue kering dan dapat menjadi pengganti beras di bahan makanan. Tepung  hanjeli tidak mengandung gluten dan karena itu dicampur dengan gandum atau tepung lainnya untuk membuat adonan.  Komposis campuran yang baik untuk tujuan pembuatan roti ada pada perbandingan  tepung terigu 70% dan 30% tepung hanjeli. Butiran hanjeli juga dapat dimakan utuh dalam sup atau digiling menjadi tepung dan dimakan sebagai bubur. Bulir dan tepung hanjeli sifatnya mudah dicerna sehingga merupakan makanan yang baik untuk penyembuhan dari sakit. Butiran hanjeli yang ditumbuk juga dapat  dibuat menjadi hidangan gula-gula dengan cara digoreng dan disalut dengan gula. Kernel dari hanjeli dapat juga digunakan untuk membuat pati dan diekstraksi minyaknya.

Hanjeli atau C. Lacryma-Jobi, juga dikenal sebagai makanan fungsional yang dapat dikonsumsi untuk kesehatan.  Seringkali, hanjeli digunakan sebagai suplemen kesehatan secara umum, terutama manfaat pengembalian fungsi limpa, paru-paru dan kulit.  Hanjeli dipercaya dapat meningkatkan aliran air ke seluruh tubuh, sehingga dapat digunakan oleh mereka yang mengalami stagnasi air, perut kembung, edema dan diare.  Berbagai penelitian menunjukkan bahwa hanjeli memiliki kemampuan sebagai antioksidan, antikanker, aktivitas gastroprotektif, antiobesitas, antiinflamatory dan aktivitas lainnya.

Sumber gambar: www.jitunews.com

Distribusi dan Ekologi Hanjeli

Hanjeli adalah tumbuhan asli asal Asia tropis merentang dari India ke semenanjung Malaysia. Keragaman terbesar ditemukan di kepulauan nusantara.  Hanjeli telah diintroduksi secara luas diberbagai tempat dan telah dinaturalisasi di seluruh daerah tropis dan subtropis pada daerah lintang  22 ° Utara dan Selatan. Hanjeli telah dinaturalisasi di Afrika dan Amerika Serikat bagian selatan dan daerah Dunia Baru tropis. Budidaya Coix Lacryma var. ma-yuen dimulai 3.000-4.000 tahun yang lalu di India, dan 2.000 tahun yang lalu di Cina. Hanjeli merupakan tanaman yang sangat penting sebelum jagung dan beras menjadi tanaman pokok yang meluas. Pusat sekunder keanekaragaman hanjeli ada di wilayah perbukitan S Cina, dan, baru-baru ini di Brazil. 

Di daerah asalnya, Hanjeli umumnya ditemukan tumbuh sepanjang sungai, selokan, dan aliran air di padang rumput, ladang tanaman tahunan, lahan yang abaikan, di sepanjang pinggir jalan dan di lereng hutan tipe ‘mesic’ yang berada pada ketinggian 0 sampai 2.000 m dpl. Tanaman tumbuh sangat baik di tanah yang subur dengan pH 4,5-8,4, pada tanah yang miskin buahnya berlubang. Hanjeli merupakan tanaman yang toleran terhadap banjir dan air berlebih tapi tidak toleran terhadap kekeringan. Total durasi tanaman adalah 4-6 (-8) bulan. Ketika sebagian besar biji matang, tanaman mulai mengering. Hanjeli mengikuti jalur fotosintesis siklus-C4.

Sumber gambar: id.wikipedia.org

Klasifikasi dan Botani Poaceae

Marga Coix L. (rumpun Maydeae of Poaceae) terdiri dari 9 spesies yang dibedakan dengan kriteria morfologi dan kromosom.  Spesies-spesies ini adalah C. lacrymajobi L., C. gigantea Koen., C. aquatica Roxb., dua aneuploid  spesies, C. poilanei Mimeur, C. ouwehandii Koord., C. puellarum Balansa dan C. gasteenii Simon. Dari kesembilan ini, tiga yang secara tradisional telah dikenal (C. lacrymajobi, C. gigantea dan C. aquatic) merupakan kelompok yang secara luas terdistribusi disekitar Asia Selatan dan Asia Tenggara (Rao dan Nirmala, 2010).  Secara botani, keseluruhan spesies ini memiliki klasifikasi sebagai berikut (tropicos.org):
Kelas :  Equisetopsida C. Agardh
Subkelas :  Magnoliidae Novák ex Takht.
Superordo:  Lilianae Takht.
Ordo:  Poales Small
Famili:  Poaceae Barnhart
Genus:  Coix L.

Hanjeli merupakan rumpun yang banyak, kuat, tegak,  tumbuh menahun, rumputan yang sangat berbatang (Gambar  1),  tinggi 1-2 m dengan rimpang pendek, bebas bercabang di bagian atas, sering dibudidayakan sebagai tahunan. Daun hijau,  sederhana dan seluruh, panjang 10-100 cm dengan lebar 2-7 cm (Gambar 1-3). Bunga keluar dari ketiak daun dan ujung percabangan, berbentuk bulir. Buahnya berbentuk buah batu, bulat lonjong, pada varietas mayuen berwarna putih/biru-ungu dan berkulit keras apabila sudah tua (Gambar 4-6).

Gambar Tegak, berumpun dengan ibu tangkai bunga yang panjang, kepala bunga majemuk

Gambar Daun yang panjang, panjangnya lebih besar dibading lebarnya (Lanceloat)

Gambar Daun dengan pangkal batang menggemgam
Gambar Organ berbentuk cangkir bulat telur membawa bunga betina dengan bunga jantan keluar dari puncak organ

Gambar Kupul (Organ berbentuk cangkir) yang berwarna hijau (belum matang) dan hitam

Gambar Putih, abu-abu kebiruan, kuning, coklat, coklat kemerahan dan bunga pseudo berbentuk manic berwarna hitam.

Di Indonesia terdapat beberapa varietas Coix L yang seirng dimanfaatkan yaitu : (a) Varietas ma-yuen. Jenis var. ma-yuen memiliki peranan penting sebagai sumber pangan dan obat tradisional khususnya TCM. Jenis ini memiliki cangkang yang tipis dan mudah dipecahkan, sehingga mudah untuk mendapatkan biji dalamnya untuk bahan makanan. Jenis ini pun memiliki variasi, misalnya jali beras dan jali ketan; dan (b) Varietas lacryma-jobi.  Jenis yang liar (var. stenocarpa, var. monilifer, dll.),  seringkali jenis ini dianggap sebagai gulma, karena mudah sekali tumbuh secara liar. Jenis ini memiliki cangkang yang sangat keras bagaikan batu, sulit dipecahkan. Biji-biji ini seringkali dimanfaatkan sebagai bahan manik-manik kalung (semacam tasbih atau rosario). Biasanya jenis jali batu tumbuh liar. Sebab tanamannya membentuk rimpang yang mampu bertahan pada musim kemarau. Pada musim penghujan, rimpang jali batu ini akan tumbuh lagi untuk membentuk rumpun baru. Tanaman jali batu tumbuh lebih pendek, namun dengan rumpun lebih padat. Batang jali batu hijau gelap. Tinggi tanaman jali batu hanya sekitar 1 m, dengan jumlah tanaman dalam tiap rumpun mencapai belasan individu. Daun tanaman jali batu lebar, pinggirnya menggelombang dan warnanya hijau gelap. Lebar helai daun 5 cm, dengan panjang 60 m. Daun tumbuh pada tiap ruas batang dengan membentuk seludang (pelepah daun).