Friday, January 22, 2016

Model Spesiasi Myrtaceae

Ada banyak model spesiasi yang merefleksikan kekuatan besar dalam proses spesiasi di alam seperti spesiasi geografis, spesiasi poliploidi, spesiasi kromosomal, spesiasi ekologis, dan spesiasi aseksual. Tetapi hanya beberapa model saja yang mungkin terjadi pada Myrtaceae. Fenomena spesiasi yang paling mudah terjadi dengan kecepatan relatif tinggi pada anggota Myrtaceae adalah pembentukan hibrida baru oleh manusia dengan hibridisasi. Proses hibridisasi ini termasuk dalam model spesiasi poliploidi maupun kromosomal. Sedangkan spesiasi model lainnya juga terjadi tetapi dengan kecepatan yang relatif lambat dan baru dapat dibuktikan dengan penanda molekuler. Banyak anggota Myrtaceae yang telah mengalami perubahan akibat persilangan baik secara alami maupun akibat perilaku manusia. Salah satu contoh hasil persilangan adalah hibrida Eucalyptus grandis x E. globulus. Tanaman ini memiliki sifat sifat kombinasi antara pertumbuhan yang cepat dan kualitas kayu yang baik. Sifat-sifat ini hanya dimiliki oleh anakannya.

Penelitian terakhir oleh Kirst et al., (2004) menunjukkan bahwa kini sedang dilakukan persilangan balik (back cross) antara (E. grandis x E. globulus) x E. grandis, sifat-sifat kayu yang dihasilkan masih belum dilaporkan. Model spesiasi hibridisasi juga yang banyak terjadi pada Syzygium. Salah satu hal penting dalam evolusi tumbuhan adalah peran hibridisasi dalam spesiasi. Linnaeus dan Kerner adalah ilmuwan pertama yang menyatakan bahwa hibridisasi dapat menjadi suatu mekanisme bagi spesiasi tumbuhan. Tetapi mereka mengabaikan dua masalah penting dengan hipotesisnya yaitu: segregasi dan sterilitas. Masalah ini telah dicoba diatasi dengan mempelajari diskusi awal tentang spesiasi hibrida. Hipotesis Winge tentang alloploidi (1917) adalah kontribusi besar pertama untuk memecahkan masalah ini. Dia menyatakan bahwa suatu jenis hibrida fertil dan konstan dapat diturunkan dengan menggandakan jumlah kromosom. Pada tahun 1930 Muntzing mengembangkan suatu model yang memungkinkan spesiasi rekombinasional tanpa poliploidi.

Berdasarkan gagasan Winged dan Muntzing, dua model spesiasi hibrida alloploidi dan spesiasi rekombinasional, telah diterangkan dan dikonfirmasikan dengan studi yang mendalam (Sim, 2002). Bukti lain dari fenomena spesiasi akibat ulah tangan manusia adalah terciptanya jambu citra dari jambu air (Syzygium aqueum “citra”) oleh Tirtawinata, yang dilepas dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian sebagai kultivar unggul pada tanggal 1 Desember 1997, sekarang dikembangkan besar-besaran oleh pekebun di Thailand dan Taiwan. Sebelumnya, Taiwan sudah memiliki dua kultivar jambu air andalan ekspor, yakni mutiara hitam dan intan hitam. Jambu air ini juga dulu berasal dari Semarang (Kompas, 2003). Jadi spesiasi pada tanaman budidaya akibat intervensi manusia menghasilkan populasi kultivar baru yang dapat dibuktikan dengan cepat dan sangat nyata. Spesiasi akibat isolasi geografis pada Myrtaceae lebih jarang terjadi karena masih sedikit penelitian yang membuktikan hal ini. Bukti yang paling mungkin bagi model ini adalah bila pengamatan dilakukan di tepi barat Benua Afrika dan tepi timur Benua Amerika Selatan. Karena kedua benua ini sampai sekarang menunjukkan adanya gerakan saling menjauh. Tetapi dengan sedikitnya penelitian tentang Myrtaceae di Afrika dan Amerika Selatan tersebut, data masih sangat sedikit.

Tambahan lagi, Myrtaceae ini tersebar luas terutama di daerah tropis dan bagian temperata Australia, sedikit di Afrika, dan Laurasia temperata. Hal ini jelas kurang mendukung bukti adanya spesia si geografis (Kenneth et al, 2000). Spesiasi ekologis terjadi karena pengaruh lingkungan berupa tumbuhan yang muncul hanya dalam lingkungan yang beberapa ratus atau beberapa ribu tahun sebelumnya tidak ada (Isaak, 2005). Contoh yang jelas adalah apa yang terjadi di New Caledonia, tempat beberapa pionir beradaptasi dan hidup berkoloni di suatu daerah ultrabasik, keturunan dari tumbuhan ini meliputi juga Callistemon dan Uromyrtus . Selanjutnya selama proses deposisi dan perubahan iklim sehingga tanah menjadi miskin dan asam akhirnya terbentuk tanah seperti sekarang ini. Selama kurun waktu ini tanah didominasi oleh Gymnospermae, Myrtaceae, Sapotaceae, dan Proteaceae (Mobot, 1995). Kemungkinan besar lebih banyak lagi model spesiasi yang telah terjadi pada Myrtaceae seperti variasi molekuler dalam populasi, tetapi banyak di antaranya masih tersembunyi karena perubahan karakter yang terjadi bersifat resesif.

Bila persilangan dengan populasi lain terus berlangsung dengan bebas, bukan tidak mungkin suatu saat sifat resesif ini akan nampak pada fenotipnya, yang pada akhirnya akan muncul jenis baru dengan sifat resesif ini. Ada anggota Myrtaceae yang terbukti mengalami aktivitas evolusi yaitu anak suku Leptospermoideae (Myrtaceae dengan buah keras). Golongan ini memiliki jumlah jenis terbanyak, ada sekitar 70 genera di Australasia, Oceania dan Asia Timur Australia, Thailand, Burma, dan Hawaii). Di Amerika Selatan (Chile) ada 1 jenis. Banyak anggota anak suku ini keluar dari hutan hujan, beberapa di antaranya banyak ditemukan di sepanjang daerah aliran sungai. Beberapa jenis telah berevolusi dan beradaptasi pada tanah kering. Selanjutnya disimpulkan bahwa Myrtaceae merupakan suku tumbuhan yang sangat tua dan telah mengalami diversifikasi sangat nyata. Indikasi adanya sejarah evolusinya dapat dilihat dari fakta bahwa fosil serbuksari telah ditemukan di Antartica. Myrtaceae telah berevolusi dari bentuk-bentuk yang lebih primitif di tempat lembab, hutan hujan, menjadi bentuk-bentuk terspesialisasi untuk daerah sangat kering, dan semi kering (Wilson, 1999).

Spesiasi yang terjadi pada jambu-jambuan (Myrtaceae) dapat dibuktikan. Berdasarkan berbagai data yang terkumpul dapat disimpulkan bahwa kebanyakan spesiasi pada jambu-jambuan terjadi dengan cara hibridisasi. Walaupun spesiasi model lain banyak terjadi sejak dahulu sampai sekarang, namun kejadiannya lebih sulit diamati karena memakan waktu yang sangat lama dan perubahannya tidak mencolok. Sebaliknya hibridisasi dapat diamati dengan cepat dan muda h dengan hasil yang nyata, bahkan hasil yang ingin dicapai kadang-kadang dapat diatur oleh manusia. Terjadinya evolusi pada Myrtaceae pun dapat dibuktikan dengan ditemukannya serbuk sari fosil di Antartica. Jadi hampir semua model spesiasi pada Myrtaceae terbukti ada. Secara garis besar model spesiasi yang bermacam-macam tersebut dapat digolongkan menjadi dua yaitu spesiasi cepat yang meliputi hibridisasi dan spesiasi lambat yang terdiri dari spesiasi geografis, dan spesiasi ekologis.

Sumber gambar: commons.wikimedia.org

0 comments:

Post a Comment